Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis mengadakan Diskusi ini tentang BBM, dimana mencari validasi dengan merasionalisasi naiknya BBM pada realita. Acara ini dilaksanakan di DOME FEB Undip yang dipandu oleh Prof. Dr. FX. Sugiyanto, M.S., yang merupakan Guru Besar Ilmu Ekonomi Undip selaku pembicara. Diskusi dimoderatori oleh Gusti Ibrahim, Koordinator Bidang Pergerakan dan Dinamika Sosial (PDS) BEM FEB Undip.

Narasumber menyampaikan kenaikan harga BBM ini terutama disebabkan karena adanya inflasi yang membuat APBN juga ikut berubah. Salah satu dana pemerintah yang paling besar ternyata bukan dari gaji pegawai, tetapi dari penentuan anggaran untuk pensiun para pegawainya. Dana pensiun yang diberikan pemerintah sekitar Rp 2500 triliun tiap tahun. Sehingga dalam hal ini, dana pensiun diganti dengan dana asuransi di hari tua.

Jika BBM tidak dinaikkan maka ada beberapa hal yang terjadi, yaitu pertama adalah tidak adil, karena yang paling banyak menikmati subsidi justru golongan yang seharusnya tidak perlu subsidi untuk kebutuhan BBM nya. Kedua adalah hitungan pemerintah, subsidi dan kompensasi akan mencapai Rp653 triliun (dengan asumsi kebutuhan tidak menurun). Ketiga, harga minyak internasional tetap akan tinggi walaupun saat ini menurun sedikit. Keempat, defisit APBN akan semakin membengkak di atas 3% GDP, yang dimana bukan hanya tidak sesuai dengan Undang-Undang saja, melainkan akan dapat mengancam sustainable fiskal. Kelima, tidak ada jaminan inflasi akan menurun walaupun harga BBM tidak dinaikkan dan keenam, akan mengancam subsidi yang lain, misalnya pada kesehatan, pensiun, dan lain sebagainya.

Hasil diskusi ini untuk pemerintah dan pertamina perlu lebih transparansi dalam menghitung harga perekonomian, pemerintah perlu lebih menjelaskan kepada publik cara pemberian serta besarnya pemberian dan kepada siapa saja yang diberikan subsidi, kemudian seharusnya selalu memperbaiki data penerima subsidi dan sistem pemberian subsidi, dan menerapkan perilaku hemat penggunaan BBM oleh masyarakat serta para pengusaha tidak boleh mengambil sebuah peluang.